Konsumsi Cokelat Uni Eropa Meningkat, Peluang Bagi Kakao Indonesia
Bagi orang Eropa, cokelat baik dalam bentuk padat maupun yang dikonsumsi dalam bentuk beverages merupakan barang konsumsi wajib selain kopi dan cake. Data menunjukkan konsumsi coklat untuk 10 (sepuluh) negara kawasan tersebut pada tahun 2019 mencapai 6,2 kg/kapita/tahun dimana konsumsi tersebut didominasi oleh konsumsi cokelat negara Swiss (8,2 kg/kapita/tahun), Jerman (7,9 kg/kapita/tahun) serta Inggris dan Irlandia dengan masing – masing konsumsi mencapai 7,4 kg/kapita/tahun). Tingginya konsumsi cokelat di kawasan tersebut menjadi daya tarik tersendiri bagi negara – negara produsen kakao dunia, termasuk Indonesia, untuk terus meningkatkan ekspornya ke kawasan tersebut terutama untuk kakao olahan yang benilai lebih tinggi dibandingkan ekspor biji kakao.
Tingginya konsumsi cokelat tersebut juga didasari fakta bahwa cokelat bermanfaat pada kesehatan manusia. Salah satunya adalah mengurangi resiko penyakit jantung dimana cokelat, terutama cokelat hitam, memiliki kandungan zat flavanoid yang tinggi antioksidan untuk meminimalisir resiko penyakit jantung. Selain itu, menurut studi yang dilakukan Universitas of New England pada tahun 2014, zat flavanoid yang terkandung di cokelat juga berfungsi untuk meningkatkan memori otak pada manusia.
Secara global, impor Eropa pada tahun 2018 didominasi oleh biji kakao (HS 180100) dengan volume mencapai 2,3 juta ton yang diikuti dengan cocoa butter, fat and oil (HS 180400) dengan jumlah volume mencapai 604.529 ton, cocoa paste (excluding defatted) dengan kode HS 180310 dengan volume mencapai 502.866 ton dan cocoa paste, wholly or partly defatted (HS 180320) dengan volume mencapai 139.253 ton. Namun, disayangkan ekspor kakao Indonesia ke Eropa belum dapat dioptimalkan. Tercatat ekspor cocoa butter Indonesia ke Eropa hanya 36.937 ton atau hanya 6% dari total impor Eropa dari dunia, sedangkan ekspor cocoa paste Indonesia ke Eripa hanya 6.830 ton atau hanya 1% dari total impor Eropa dari dunia.
Ekspor Indonesia tersebut masih jauh dibawah negara produsen kakao lainnya seperti Cote d’Ivoire dengan volume ekspor biji kakao ke Uni Eropa mencapai 890.913 ton (38%), ekspor cocoa paste sebanyak 145.304 ton (22%) dan ekspor cocoa butter sebanyak 83.050 ton (14%) dan Ghana dengan volume ekspor biji kakao ke Uni Eropa mencapai 352.372 ton (15%), ekspor cocoa paste sebanyak 94.887 ton (14,5%) dan ekspor cocoa butter sebanyak 57.720 ton (9,5%). Terdapat beberapa hambatan dalam meningkatkan ekspor kakao olahan Indonesia ke Uni Eropa antara lain tingginya freight cost dan tingginya bea masuk untuk produk Indonesia (10 – 15%) dibandingkan dengan Cote d’Ivoire dan Ghana (TBM ke Eropa 0%).
Kementerian Pertanian Indonesia melalui wadah diplomasi Indonesia – EU Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU – CEPA) terus bekerja sama dengan Kementerian Perdagangan, Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dalam melakukan upaya diplomasi dan upaya dagang untuk mengurangi tarifikasi kakao di Eropa sekaligus meningkatkan konsumsi kakao olahan Indonesia di wilayah tersebut.
Selain itu, Kementerian Pertanian terus meningkatkan program BUN500 yang bertujuan untuk meningkatkan produksi dan produktivitas kakao nasional melalui penyediaan bibit kakao unggul sehingga kebutuhan industri nasional dan ekspor dapat terpenuhi dengan baik.